Pendidikan Sosiologi

Universitas Pendidikan Indonesia

Berita

...
29-11-2023

smartmodulajar.online: Digitalisasi Administrasi Guru

Guru sebagai garda terdepan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, selain diharuskan mampu melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan menarik juga harus mampu merancang modul ajar sebelum diimplementasikan di ruang kelas. Modul ajar sebagai bentuk administrasi guru menjadi media yang harus dengan apik dirancang oleh guru utamanya dalam Kurikulum Merdeka. Temuan penelitian sebelumnya, baik dari guru maupun mahasiswa prodi Pendidikan Sosiologi acapkali mengalami kendala dalam merancang Modul Ajar. Kendala tersebut dalam menyusun tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan beberapa dalam evaluasi.

Berdasarkan hal tersebut, tim pengabdian prodi pendidikan sosiologi dengan diketuai oleh Sri Wahyuni, M.A serta anggota Nindita Fajria Utami, M.Pd dan Puspita Wulandari, M.Pd, berupaya untuk mengembangkan aplikasi modul ajar digital berbasis AI. Tujuan dari pengembangan aplikasi ini adalah mengefektifkan guru dalam merancang modul ajar dengan memanfaatkan kecerdasan buatan. Pada tahun ini, aplikasi masih dikhususkan untuk membuat modul ajar. Pada tahapan selanjutnya, tim akan mengembangkan aplikasi pada tahapan administrasi guru dan evaluasi, hingga tahap akhirnya adalah digitalisasi administrasi guru secara lengkap.

Aplikasi ini mendapatkan feedback yang positif baik dari guru maupun mahasiswa yang mengontrak mata kuliah Perencanaan Pembelajaran Sosiologi, karena dirasa mampu membantu guru dalam hal administrasi yang terkadang dirasa sangat memberatkan guru. Terlebih melalui aplikasi yang bersifat paperless ini akan membantu pihak sekolah ketika melakukan administrasi akreditasi sekolah. 

...
27-11-2023

Kearifan Lokal Sistem Penempatan dan Pembangunan Rumah di Kampung Adat Naga



Kampung Adat Naga adalah kampung adat yang masih menjunjung tinggi kearifan
lokal dan nilai-nilai tradisional yang masih turun temurun hingga saat ini. Kampung ini terletak
di Desa Neglasari, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kampung ini terdiri dari kurang lebih
110 bangunan dengan diisi oleh 102 kepala keluarga. Bangunan yang terdapat di Kampung
Adat Naga merupakan bangunan yang memiliki nilai tradisional, dilihat dari bahan-bahan
dalam pembangunannya, penempatannya, dan isi di dalam bangunan tersebut yang
memperhatikan keseimbangan alam di sekitarnya.
Rumah tradisional di Kampung Adat Naga terbuat dari bambu dan kayu, dalam
pembangunan atapnya pun, menggunakan daun eurih dan daun tepus yang ditutupi oleh ijuk.
Dipilihnya bahan ini adalah supaya memungkinkan adanya pergantian udara ke dalam rumah
melalui atap. Selain itu juga untuk menjaga kehangatan di malam hari, dan atap menjadi kedap
air. Dinding rumah terbuat dari anyaman bambu dengan pola ayam kepang, dinding rumah
tidak boleh dicat kecuali dikapur atau dimeni. Pintu tumah terbuat dari kayu, sedangkan pintu
dapur terbuat dari anyaman bambu. Jendela rumah sudah terbuat dari kaca, sedangkan jendela
dapur masing menggunakan kayu. Pembangunan menggunakan bahan-bahan alami tersebut
semata-mata demi menjaga keseimbangan antara manusia dengan alam, seperti konsep dari
alam untuk alam yang mereka yakini. Meskipun rumah ini dibangun menggunakan kayu dan
bambu, ternyata tidak termakan oleh rayap, karena menurut penduduk disana, mereka
memiliara ayam di bawah bangunan mereka supaya terjaga dari rayap. Rumah adat Kampung
Naga selain bertahan dari rayap, juga bertahan dari gempa, dibuktikan dengan bangunan yang
berhasil mempertahankan kekokohannya selama bertahun-tahun dengan kondisi yang baik.
Dalam penempatan isi rumah pun, mereka memiliki kearifan lokal yang diyakini
supaya budaya tetap terjaga. Seperti misalnya tidak adanya kursi di dalam ruma, jika ada tamu,
mereka akan duduk sama rata di hamparan kayu sebagai alas rumah mereka. Kemudian di
dapur adalah tempat makan keluarga, jika terdapat nasi yang jatu akan masuk ke halaman di
bawah karena terdapat kadang ayam


...
27-11-2023

KONSEP ‘RAHMAN RAHIM’ KAMPUNG NAGA



Kampung Naga, bersama dengan Kampung Kuta di Ciamis menjadi kampung adat yang
masih lestari dan bertahan di tengah derasnya arus pengaruh budaya asing. Berlokasi di Desa
Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Kampung Naga menjadi
salah satu destinasi wisata edukasi yang dirasa wajib untuk dikunjungi. Menyuguhkan tradisi
sunda buhun sebagai pola hidup mereka, Kampung Naga dianggap berhasil mempertahankan
nilai kearifan lokal yang kian memuncak ke kancah internasional sehingga tak sedikit
pendatang dari dalam dan luar negeri yang melakukan penelitian kepada masyarakat Kampung
Naga.
Dengan lokasi yang hampir berada di perbatasan Garut-Tasikmalaya dan berada di daerah
hulu sungai Ciwulan yang diapit oleh perbukitan tinggi yang membujur dari timur ke barat, tak
ayal mengapa diksi ’naga’ pada Kampung Naga sering diartikan dengan na gawir. Namun
ternyata, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh sejumlah mahasiswa Pendidikan
Sosiologi Universitas Pendidikan Indonesia membawakan fakta baru bahwasanya menurut
ketua adat setempat, diksi ’naga’ pada Kampung Naga bukanlah na gawir, melainkan diksi
’naga’ ini merupakan sebuah representasi dari kata nagara yang pada umumnya digunakan
pada penamaan suatu daerah di wilayah Priangan Timur. Adapun asal usul hadirnya Kampung
Naga tak lepas dengan sejarah pergerakan kemerdekaan di wilayah Priangan Timur. Menurut
ketua adat, bahwa dulu ketika kelompok DI/TII menyuarakan kehendak mereka untuk
menjadikan wilayah Priangan Timur sebagai bagian dari mereka, nenek moyang masyarakat
Kampung Naga bersikeras untuk menolak dan mempertahankan Kampung Naga sebagai
bagian dari negara demokrasi. Sehingga kini, keberadaan Kampung Naga masih bertahan
dengan segala aturan dan larangan yang harus dipatuhi bagi siapapun yang mencoba hadir ke
tengah masyarakatnya.
Karakteristik masyarakat Kampung Naga terdiri dari beberapa aspek yaitu dari segi sosial,
budaya, pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Secara umum karakteristik masyarakat Kampung
Naga dilihat dari segi sosial mempunyai jiwa sosial yang tinggi, hidup dalam kerukunan, dan
kehidupan tradisional yang masih melekat pada aktivitas sehari-hari. Hal ini dikarenakan
karena posisi rumah yang saling berhadapan yang memungkinkan para warga bisa saling
menyapa ketika keluar rumah dan adanya kegiatan bersama pada saat-saat tertentu. Pada segi
budaya masyarakat Kampung Naga masih mempertahankan adat-istiadat warisan nenek
moyang dan menghormati para leluhur. Dalam segi pendidikan masyarakat Kampung Naga
lebih memperhatikan pendidikan baik itu pendidikan formal maupun non-formal. Dari segi
kesehatan masyarakat Kampung Naga masih mengutamakan pengobatan tradisional. Terakhir
dari segi ekonomi masyarakat Kampung Naga mayoritas bermata pencaharian sebagai petani
dan kerajinan tangan.
Masyarakat adat kampung naga mengimplementasikan kehidupan seimbang sebagai
masyarakat beragama yang berjalan beriringan dengan lestari kehidupan alam. Hal ini dapat
dibuktikan melalui konsep kehidupan Rahman Rahim, dimana kehidupan seorang manusia
sebagai hamba haruslah bersinergi dengan rasa syukur terhadap karunia yang Tuhan berikan
melalui alam yang kaya. Masyarakat Adat Kampung Naga meyakini bahwasanya alam harus
tetap lestari meskipun manusia mengambil manfaat dari lingkungan. Sehingga, mereka selalu
menjaga kelestarian alam dan berpatokan pada alam yang mereka jaga akan memberikan
karunia yang lebih banyak lagi di masa depan. Hal ini menjadikan Masyarakat Adat Kampung
Naga tidak pernah berlebihan dalam menggunakan kekayaan alam mereka. Dari lahan seluas
1,5 hektar, kehidupan mereka selalu lestari, tidak pernah kekurangan makanan, tidak pernah
kekeringan, tidak pernah merasa sedikitpun kebutuhan mereka tidak terpenuhi. Setiap bagian
dari Masyarakat Adat Kampung Naga hakikatnya menjadikan kehidupan yang bersinergi
dengan alam sebagai pemenuh kebutuhan dan cara mengungkapkan rasa syukur atas karunia
yang telah Tuhan anugerahkan. Konsep Rahman Rahim ini juga menuntun mereka untuk hidup
sebagai hamba yang bersyukur, menjalani kehidupan seimbang yang tidak hanya
memanfaatkan sumber daya alam, tetapi juga melestarikannya. Dalam pandangan mereka,
keseimbangan antara memberi dan menerima dari alam merupakan bentuk ibadah dan
penghormatan terhadap Tuhan. Sikap ini tercermin dalam upaya mereka menjaga kelestarian
alam sebagai wujud tanggung jawab spiritual. Dengan mengikuti prinsip ini, warga Kampung
Adat Naga tidak hanya menciptakan kelangsungan hidup fisik melalui lahan subur mereka,
tetapi juga membangun fondasi spiritual yang kuat, menggambarkan keselarasan antara
kemanusiaan, alam, dan spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Kampung Naga adalah kampung adat di Tasikmalaya, Jawa Barat, yang lestari dan
mempertahankan tradisi Sunda Buhun. Terletak di perbatasan Garut-Tasikmalaya, di hulu
sungai Ciwulan, Kampung Naga memiliki arti "naga" sebagai representasi dari kata "nagara"
dalam penamaan daerah Priangan Timur. Sejarah Kampung Naga terkait dengan perjuangan
melawan kelompok DI/TII untuk menjaga kemerdekaan. Karakteristik masyarakat Kampung
Naga melibatkan aspek sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan pemerintahan.
Secara sosial, mereka memiliki jiwa sosial tinggi, hidup dalam kerukunan, dan
mempertahankan kehidupan tradisional. Dalam aspek budaya, mereka tetap mempraktikkan
adat-istiadat warisan nenek moyang, seperti upacara menyepi, hajat sasih, perkawinan, dan
khitanan. Pendidikan dihargai, baik formal maupun non-formal, dan masyarakat dapat
bersekolah di luar kampung. Dalam hal kesehatan, mereka lebih memilih pengobatan
tradisional. Mayoritas masyarakat Kampung Naga bekerja sebagai petani, pembuat kerajinan
tangan, pemelihara ikan, ayam, dan kambing. Sistem pemerintahan kampung melibatkan
kuncen, lebe, dan punduh. Kampung Naga menjadi destinasi wisata edukasi yang menarik bagi
peneliti lokal maupun internasional yang tertarik dengan keberlanjutan budaya dan kehidupan
tradisional masyarakat tersebut.
Kampung Naga merupakan kampung adat yang sangat menjunjung tinggi pelestarian
sumber daya alam. Lewat penjelasan konsep Rahman Rahim di atas menunjukan bahwasanya
keseimbangan menjadi pegangan dalam memanfaatkam sumber daya alam di sekitar daerah
Kampung Naga. Mereka percaya bahwa jika kita menggunakan atau memanfaatkan “Ciptaan
Tuhan” yang dimana disini adalah sumber daya alam sebaik mungkin, maka hal tersebut sudah
termasuk ke dalam perilaku bersyukur. Menjaga alam berarti juga menjaga mereka agar
terhindar dari segala macam bencana yang tidak lain tidak bukan datangnya dari alam. Konsep
Rahman Rahim yang mereka pegang sampai sekarang inilah yang diyakini sebagai penyelamat
bagi masyarakat Kampung Naga
Di tengah perkembangan zaman yang semakin canggih masyarakat kampung naga masih
sangat patuh akan pesan leluhur, dimana mereka saling menjaga dan selalu hidup bersama alam
dan akan selalu menghormati alam dengan selalu memanfaatkan alam untuk kehidupan seharihari mereka namun tetap menggunakan secukupnya dan tetap akan selalu merawat alam di
sekitarnya. Kita seharusnya bisa memetik perilaku masyarakat kampung naga ini, kita sebagai
manusia tidak boleh serakah dan egois. Kita pasti akan membutuhkan alam untuk kehidupan
kita namun kita juga harus tetap memilihara alam dan tidak boleh serakah dalam memanfaatkan
alam disekitar kita yang mana artinya kita harus terus saling jaga dan selalu bertanggungjawab
untuk memlihara dan merawat alam


Sosok Inspiratif