Pendidikan Sosiologi

Universitas Pendidikan Indonesia

PKM-RSH TABU TAPI CANDU UPI: TELITI FENOMENA ADIKSI PORNOGRAFI DARING PADA ZILLENNIALS, LOLOS PENDANAAN

thumbnail
23-10-2023

Sejumlah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang tergabung dalam tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) - Riset Sosial Humaniora (RSH) “Tabu tapi Candu” meneliti fenomena adiksi pornografi daring pada Zillennials. Adapun tim PKM-RSH Tabutapicandu ini terdiri dari 5 mahasiswa diantaranya Qolbi Mujahidillah (Sosiologi 2020), Sarah Annisa (Ilmu Komunikasi 2020), Adinda Aulya (Sosiologi 2020), Meiliani Maulidia (Ilmu Komunikasi 2021), dan Kholidah Zein (Pendidikan Masyarakat 2021).

Dibawah bimbingan Vidi Sukmayadi, Ph.D. tim PKM-RSH tersebut melakukan penelitian dengan judul “Tabu tapi Candu: Studi Fenomenologi Zillennials Pengakses Konten Pornografi Daring”. Ide penelitian ini berangkat dari maraknya fenomena pornografi di Indonesia yang telah menjadi permasalahan yang sulit untuk ditangani. Terlebih lagi, hal ini diperparah dengan penetrasi teknologi digital yang memungkinkan konten pornografi daring semakin masif tersebar luas dan mudah diakses oleh berbagai kalangan.

Menurut Qolbi Mujahidillah selaku Ketua Tim PKM-RSH Tabu tapi Candu menuturkan bahwa: "Selama ini fenomena adiksi pornografi daring di Indonesia menjadi suatu hal yang tabu sekaligus candu. Artinya upaya penanganan yang sudah dilakukan masih belum tepat karena hanya berfokus pada stigma tabu yang cenderung melabeli secara negatif, dibandingkan memberikan solusi." Hal tersebut juga seiring dengan data dari Kominfo RI menunjukkan bahwa terdapat 1.142.010 aduan konten pornografi daring sepanjang tahun 2018-2022 sehingga konten pornografi ini merajai peringkat pertama dalam aduan konten internet negatif. Maka dari itu, pentingnya eksplorasi lebih lanjut mengenai kebiasaan mengakses konten pornografi daring melalui sudut pandang pengakses Zillennials di Indonesia.

Adapun temuan penelitian ini menunjukkan dua tema utama sebagai berikut: Pertama, makna menonton pornografi daring bagi Zillennials yang menganggap bahwa pornografi daring merupakan sebuah doping dalam memulai kegiatan sehari-hari. Pornografi daring juga menjadu sebuah solusi semu dalam memenuhi kebutuhan biologis Zillennials sehingga wujud pemenuhannya dianggap sebagai dosa terbaik dari yang terburuk, dikarenakan Zillennials tetap sadar akan kesalahannya. Selanjutnya, kebiasaan tersebut terkonstruksi keseharian Zillennials yang meliputi adanya momentum perangsang hasrat untuk menonton pornografi daring, dilanjut dengan hadirnya teknologi yang memberikan mereka kemudahan dan privasi. Kemudahan ini selanjutnya melahirkan kebiasaan dan kebutuhan untuk menonton pornografi daring, yang kemudian disusul dengan perasaan bersalah sehingga terdapat upaya-upaya kompensasi untuk menutupi perasaan bersalah tersebut. Sayangnya kebiasaan ini menjadi siklus tak berujung ketika setelah kompensasi dilakukan, Zillennials mengalami fase relaps yang mengantarkannya pada momentum yang merangsang hsarat.

Hasil penelitian yang dilakukan Qolbi dkk. menunjukkan bahwasanya memahami motivasi dan perilaku pengakses konten pornografi daring penting dilakukan demi menghasilkan upaya penanganan preventif yang lebih melalui program pendidikan masyarakat yang membantu para pelaku untuk terbuka secara leluasa, dibandingkan pada penanganan represif yang hanya menyalahkan dan menghukum semata.

Pendidikan Masyarakat mengharapkan penelitian ini dapat menjadi landasan rekomendasi untuk Focus Group Discussion (FGD) bersama komunitas- komunitas yang berfokus pada isu pornografi sehingga dapat menjadi inovasi layanan help lines pecandu pornogradi mencari pertolongan. Dengan begitu, penelitian ini dapat memberikan informasi tepat mengenai penanganan adiksi menonton pornografi daring bagi Zillennials yang selama ini menjadi masalah yang langgeng karena dianggap tabu sekaligus candu.