Pendidikan Sosiologi

Universitas Pendidikan Indonesia

Online Public Lecture : Covid-19 dan Ketahanan Teknososial

thumbnail
13-05-2020

Pada Rabu (13/05/2020) Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas Pendidikan Indonesia mengadakan kegiatan Online Public Lecture dengan mengangkat tema “Covid-19 & Ketahanan Teknososial” dengan pembicara yaitu Assoc. Prof. Sulfikar Amir dari Nanyang Technological Univerity Singapore. Kegiatan ini diadakan secara daring dengan jumlah peserta 165 orang dari berbagai tingkatan Mahasiswa dan Dosen-Dosen baik dari lingkungan kampus UPI maupun di luar kampus UPI.

Covid-19 merupakan suatu fenomena yang menjadi sebuah tantangan bagi berbagai aspek pada setiap segmentasi yang ada di dalam bermasyarakat dan bernegara, kemudian dalam seminar ini memfokuskan pada ketahan teknososial yang pada dasarnya merupakan suatu pendekatan yang menggabungkan konsep-konsep dari keilmuan sosiologi dan lebih spesifik lagi yaitu studi sosial, sains dan teknologi.

Prof. Sulfikar mengawali perkuliahan dengan membahas mengenai konsep recilience atau ketahanan. Recilience sendiri itu merupakan konsep yang menjelaskan sesuatu yang bersifat rusak namun terdapat upaya untuk memulihkan atau memperbaiki diri suatu keadaan untuk menjadi lebih baik. 

“Terdapat tiga alasan mengapa Recilience mendapatkan perhatian dari berbagai negara dan para peneliti karena pertama terhadap kesadaran secara kolektif bahwa bencana itu tidak bisa dihindari, kedua bahwa terdapat suatu pola atau frekuesi bencana itu semakin tinggi, dan yang ketiga dampak yang sangat luas,” ujarnya.

Prof. Sulfikar juga menjelaskan mengenai wabah ini tidak terlepas dari kegiatan yang mengglobal dan modern. Jika kita lihat sebenarnya covid-19 merupakan sebuah fenomena lokal yang berada di Wuhan, namun karena pasar atau kegiatn perekonomian Wuhan itu modern maka dengan mudah virus itu menunggangi teknologi seperti melewati pesawat serta teknologi lainnya.

Kemudian beliau menegaskan bahwa resilience itu merupakan bentuk kemampuan untuk memulihkan dari wabah atau bahaya yang terjadi disuatu wilayah menjadi normal kemabali, kemudian semakin cepat dan efisien suatu negara meresiliasi keadaan yang terjadi semakin baik atau tinggi ketahanan wabah negara tersebut.

Resiliansi dalam 10 tahun kebelakangan ini menjadi suatu fenomena yang asik diperbincangkan bagi para ilmuan, karena hal ini dapat diupayakan untuk memecahkan suatu masalah dan melakukan pemulihan yang ada di suatu negara. kemudian hal tersebeut dapat digunakan untuk memprediksi jika kedepanya ada masalah yang serupa mereka akan lebih mudah untuk membuat model ketahanan bencana yang ada.

“Jika melihat dari sudut pandang ilmu sosial upaya yang sangat baik dalam melakukan resiliasi adalam modal sosial dalam suatu masyarakat. Karena telah terbukti secara empirik bahwa kepercayaan serta komunikasi yang baik dalam modal sosial akan mempercepat recovery setelah terjadinya suatu bencana. Disisi lain dalam buku yang saya ambil yaitu Resilience Enginering, dan dibuku ini memberikan ide-ide perekayasaan yang lebih terfokus pada infrastruktur,” ujarnya.

Namun beliau mencoba menjembatani kedua pemikiran ini, karena hal ini dianggap bahwa keduanya akan menjadi lebih cepat dan efisien jika dilakukan saling beriringan. Maka beliau mengembangkan konsep ketahanan teknososial. “konsep ini terdiri dari dua premis yaitu pertama adalah bahwa bencana itu tidak dilihat dari suatu event tapi sebagai suatu rangkaian proses yang terjadi di dalam wilayah teknososial, kedua bahwa resiliasi adalah kapasitas yang terbangun melalui bangunan antara srtuktur sosial dengan struktur techincal,” ujarnya.

Kemudian pada inti dari resiliansi merupakan konstruk teknososial yang dipengaruhi oleh infrastruktur, institusi, sistem politik, budaya dan basis epistimologi. Sistem teknososial sebenarnya memiliki tingkatan dan masing masing memiliki karakter yang berbeda.Tahapan tersebut diawali dari lingkup yang terkecil yaitu micro, kemudia meso, macro dan meta. Setiapa bencana yang terdapat dalam setiap tingkatan maka akan memiliki cara yang berbeda pula, kemudian tentu saja setelah kita memahami karakter maslaah yang ada jangan sampai penyelesaiannya tidak sesuai dengan sistem atau karakter yang ada. 

Kemudian dalam konteks permasalahan pandemi covid-19 kita dapat melihat ini dalam dua sudut pandang yaitu sebagai fenomena alam biasa, dan fenomena sosial. Maka upaya mitgasi yang dapat kita lakukan adalah Medical Intervention (vaccine, testing, treatment) and Social Intervitions (Isolasi dan pengkontrolan sosial)

Prof. Sulfikar mengharapkan Indonesia setelah mendapatkan guncangan dari pandemi ini dapat menjadi adaptive behavior dimana dapat menghadapi the new normal yang menjadi lebih baik dari pada keadaan sebelum terjadi pandemi ini dan tentu saja memiliki Recilience yang baik. (Fajar Nugraha).