Pendidikan Sosiologi

Universitas Pendidikan Indonesia

Menjelajah Kampung Batik Kauman Sebagai Destinasi Budaya Berbasis Kearifan Lokal

thumbnail
12-09-2022

Minggu, 21 Agustus 2022, mahasiswa Pendidikan Sosiologi FPIPS UPI berkesempatan untuk mengunjungi salah satu Kampung Wisata di Surakarta yakni, Kampung Wisata Batik Kauman. Kunjungan tersebut merupakan salah satu objek destinasi dalam rangkaian kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) oleh kelompok dua sejak 20-22 Agustus 2022 di Surakarta, Jawa Tengah. Kampung Wisata Batik Kauman dulunya merupakan salah satu kawasan dimana Abdi Dalem yang bertugas pada bidang keagamaan bermukim. Batik di Kauman muncul dari para istri-istri ulama yang hanya sebagai ibu rumah tangga dan mempunyai banyak waktu luang. Melihat keadaan tersebut, PB III memerintahkan istri-istri ulama untuk membuat batik dengan pelatihan khusus yang diberikan oleh Keraton. Dari hasil batik tersebut, pengrajin menjadi pemasok batik di kota Surakarta dan Keraton. 

Tradisi batik Kauman secara langsung terwariskan hingga keterunan-keturunan para Abdi Dalem. Sejak saat itu, Kauman identik dengan batik. Karena mendapat bekal keahlian dari Keraton Kesunanan, maka tak heran bila corak batik Kampung Batik Kauman cenderung klasik dan otentik dengan corak kerajaan (corak pakem). Oleh karena itu, Kampung Batik Kauman disebut-sebut sebagai pusat batik tertua yang ada di Surakarta. Batik Kauman dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Hingga saat ini, Kampung Batik Kauman memiliki 3 jenis batik yaitu, batik yang menggunakan teknik manual (tulis) dengan mode klasik dan corak pakem yang masih menjadi produk unggulan Kampung Batik Kauman. Ada pula batik dengan teknik cap yang mana alat cap itu sendiri terbuat dari garis-garis tembaga kemudian ditempelkan pada sebuah alas dan diberi pegangan. Sehingga ketika alat tersebut ditempel pada kain, mencetak pola-pola batik dalam jumlah yang banyak.  Selain itu terdapat juga kain batik menggunakan teknik kombinasi cap dan tulis, hingga printing

Terdapat beberapa industri batik kecil hingga besar di Kampung Batik Kauman. Salah satu yang paling terkenal dan cukup tua (sudah generasi ke-4) ialah toko Batik Gunawan Setiawan. Pada saat kami berkunjung ke tempat toko Batik Gunawan Setiawan tersebut, kami mendapat kesempatan untuk belajar membuat batik tulis secara langsung. Dengan dibandrol 55.000,00 rupiah, pengunjung dapat melakukan membatik di atas kain sebesar 30x30 cm. Pihak toko akan menyediakan berbagai pola mulai dari corak batik sederhana, floral, fauna, hingga tokoh kartun. Kemudian pengunjung dapat mencetak pola tersebut di atas kain putih yang telah tertempel pada kotak kayu. Setelah itu, pengunjung juga berkesempatan canting menggunakan malam (lilin cair sebagai bahan utama dalam membuat batik) yang disediakan oleh toko. Dalam proses canting memerlukan ketelatenan dan kesabaran yang ekstra. Untuk itu, bagi pengunjung yang merasa tidak percaya diri, bisa langsung ke pada tahap pengisian warna. Pengunjung akan diberikan empat warna primer, hijau; biru; kuing; dan merah. Saat melakukan pengisian warna, semua kain harus diberi warna sehingga warna tidak akan bececeran mengenai sudut atau sisi kain yang lain. Setelah beres, pengunjung bisa memberikan hasil karya mereka kepada petugas untuk tahap penguncian warna dan pelunturan lilin. Begitu selesai, hasil dari membatik dapat pengunjung bawa pulang sebagai cenderamata. 

Dalam dunia era fasion modern seperti ini, banyak bermunculan model-model pakaian yang bersaing sehingga menjadi daya saing bagi batik yang mana merupakan salah satu komponen dalam dunia fasion (dalam segi motif). Namun terlepas dari itu, batik akan tetap memiliki kekhasannya sendiri. Terlebih karena batik diakui sebagai warisan bangsa indonesia yang sudah dijaga dengan baik, sehingga motif batik tidak akan pernah berubah hingga saat ini. Alih-alih demikian, yang menjadi tantangan di era seperti ini adalah, dimana para generasi muda yang menganggap dimana bila seseorang menggunakan batik hanya untuk pada situasi-situasi formal saja. Dengan itu, maka para pengrajin atau designer perlu menyesuaikan motif batik dengan model pakaian modern yang ada, dengan tanpa melupakan keasliannya. Sehingga, motif batik akan menjadi hal yang biasa dan bukan hanya warisan budaya saja.