Pendidikan Sosiologi

Universitas Pendidikan Indonesia

KAMPUNG ADAT NAGA: TIDAK BANYAK ATURAN TETAPI BANYAK LARANGAN

thumbnail
27-11-2023



Mahasiswa prodi Pendidikan Sosiologi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) angkatan 2022 telah
melaksanakan KKL (Kuliah Kerja Lapangan) ke Kampung Naga yang berada di Kabupaten
Tasikmalaya pada hari Senin, 20 November 2023. Pelaksanaan KKL ini memiliki bobot tiga SKS dan
merupakan KKL pertama yang dilaksanakan oleh angkatan 2022.
Kampung Naga memiliki etika lingkungan yang cukup intens dengan berpedoman pada nilai nilai
yang dirumuskan secara sistematis berdasarkan pada warisan nenek moyang yaitu warisan yang
tampak dan warisan yang tidak tampak. Hal ini berdampak pada mitigasi bencana di Kampung Naga
seperti mencegah longsor dan banjir, terjaganya keutuhan sumber daya alam, terjaganya fungsi hutan
yang merupakan paru-paru kehidupan, serta semua makhluk ekologis di wilayah adat tersebut telah
sama sama menaati etika yang disuguhkan oleh ekosentrisme. Sehingga etika lingkungan di Kampung
Naga mencerminkan hubungan ekologis yang seimbang.
Kampung naga dikenal dengan rumah warga yang unik yaitu bentuk rumah yang sama dengan jumlah
rumah yang tidak boleh lebih dari 110 rumah. dibangun dengan bahan alami seperti kayu, bambu,
jerami, dll tidak boleh menggunakan semen, beton, cat tembok, walaupun begitu rumah disana
terjamin kokoh dan tahan gempa. Larangan lainnya kampung naga juga tidak memperbolehkan listrik
didalamnya jadi untuk memasak menggunakan kayu bakar, untuk menyetrika menggunakan setrika
arang, dan penerangan rumah pada malam hari menggunakan lampu petromak dengan minyak tanah
sebagai bahan bakarnya dan ternyata harga minyak tanah disana tergolong 1 rumah hanya 4.800
rupiah/liter.
Kampung naga tidak memiliki banyak aturan, akan tetapi memiliki larangan yang biasa juga dikenal
dengan istilah "pamali”. Salah satu aturan yang cukup mengikat di kampung adat naga ini adalah
tidak diperbolehkannya memasang instalasi listrik khususnya di rumah warga. Alasan mengapa listrik
dilarang di kampung naga adalah kekhawatiran akan terjadinya kesenjangan di antara para warga
disana (listrik tentunya berbayar, belum tentu seluruh warga dapat membayar). Selain itu, hubungan
diantara mereka dapat menjadi berjarak (misalnya yang memasang listrik membeli TV dan HP,
tentunya mereka akan menjadi lebih sering menghabiskan waktu di dalam rumah dan menjadi
semakin jarang berinteraksi dengan para tetangga). Pamali merupakan perkataan orang sunda
terhadap sesuatu yang dianggap tidak baik dan dan dijauhi. Warga kampung naga percaya bahwa jika
melakukan hal yang "pamali” maka akan ada hal buruk yang akan menimpanya dan menganggap
hukum pamali itu mutlak. Hal itu ditegaskan dengan perkataan "pamali matak paeh” yang berarti
pamali makanya mati. Mati disitu bukan berarti mati sesungguhnya melainkan bisa saja mati harga
dirinya, mati kesopanannya, mati keamanannya dan masih banyak lagi tergantung konteks dan pamali
yang dilanggar. oleh karea itu kata “pamali” bersifat suci, contoh nya melakukan sesuatu yang tidak
baik dengan menghadap kiblat, membuang air menghadap kiblat, dan menjulurkan kaki ke arah
kiblat.
Ada pula pamali selanjutnya yaitu merusak alam sekitar. Sebab masyarakat kampung adat naga
mempercayai kerusakan alam terjadi karena ulah manusia itu sendiri. Dengan luas lahan sebesar 1½
hektar jumlah rumah yang dibangun di kampung naga tidak boleh lebih dari 110 bangunan, setiap
bangunan hanya boleh diisi oleh satu keluarga tidak boleh lebih kecuali anak yang baru menikah dan
belum memiliki tempat tinggal tetapi tidak boleh selamanya menetap, serta membangunnya tidak
boleh melebihi wilayah-wilayah yang dibatasi oleh batas alam, yaitu di Selatan dibatasi oleh
persawahan, di sebelah Barat dibatasi oleh perbukitan serta di sebelah Timur dan Utara dibatasi oleh
sungai Ciwulan. Selain itu, aturan yang berlaku pada masyarakat kampung adat naga yaitu tidak
diperbolehkannya ukuran rumah lebih besar daripada ukuran bangunan masjid. Rumah masyarakat
kampung adat naga pun tidak diperbolehkan apabila memiliki kamar mandi di dalamnya karena letak
kamar mandi berbeda dengan rumah. Pintu di setiap rumah antara pintu dengan ruang tamu dan dapur
pun dibedakan sehingga di setiap rumah pasti memiliki dua pintu yang pada setiap pintu dapur
masyarakat kampung adat naga menaruh tolak bala yang ditempelkan pada pintu. Tolak bala ini
diganti setiap satu tahun sekali pada Muharram. Salah satu rumah yang bernama “Bumi Ageung” ini
hanya bisa ditinggali oleh juru kunci atau bisa disebut dengan pemimpin kampung naga.
Kepemimpinannya juga turun temurun kepada anak laki-lakinya sehingga tidak adanya perpindahan
kepemilikan bumi ageung ini. Dan tidak diperkenankan membawa budaya atau apapun yang dimiliki
diluar kampung naga untuk dibawa masuk kedalam kampung naga, sebab jika sudah masuk kedalam
kampung naga, harus mengikuti adat dan aturan yang ada disana.
Bagi masyarakat kampung naga, setiap hari memiliki makna dan sifat atau pembawaan tertentu.
Menurut makna dan sifatnya, ada hari yang dipandang baik dan ada pula hari-hari tertentu yang
dipandang tidak baik dan terlarang untuk melakukan sesuatu kegiatan. Hari pantangan yang paling
khas di kalangan masyarakat kampung naga adalah hari selasa, rabu dan hari sabtu yang merupakan
hari pantangan bagi masyarakat kampung naga untuk menceritakan segala sesuatu yang berkenaan
dengan adat istiadat maupun asal usul masyarakat kampung naga