Pendidikan Sosiologi

Universitas Pendidikan Indonesia

FALSAFAH HIDUP SEBAGAI HUKUM ADAT KAMPUNG NAGA

thumbnail
27-11-2023


Falsafah Kampung Naga mencerminkan kehidupan masyarakat yang sangat kental
dengan nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal. Kampung Naga, yang terletak di
Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia, dikenal sebagai sebuah desa yang menjaga keaslian
budaya Sunda. Beberapa prinsip dan falsafah yang tercermin dalam kehidupan masyarakat
Kampung Naga melibatkan aspek spiritual, sosial, dan keberlanjutan. Masyarakat Kampung
Naga meyakini pentingnya menjaga keseimbangan dengan alam. Mereka hidup harmonis
dengan lingkungan sekitar, memperlakukan alam dengan penuh rasa hormat, dan menjaga
keberlanjutan sumber daya alam. Falsafah kampung ini menekankan pentingnya gotong
royong dan solidaritas di antara warganya. Kolaborasi dan kerjasama diperkuat untuk
memastikan kesejahteraan bersama dan menjaga keharmonisan dalam komunitas. Masyarakat
Kampung Naga memiliki tradisi spiritual yang kuat. Falsafahnya mencakup penghormatan
terhadap leluhur, roh, dan nilai-nilai keagamaan yang melekat dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat ini dikenal sebagai masyarakat yang mandiri. Falsafahnya mendorong
keberlanjutan dalam hidup, baik dalam pengelolaan sumber daya maupun dalam
pemertahanan budaya dan tradisi. Falsafah kampung ini mencerminkan nilai-nilai ketertiban
dan kebersihan. Setiap aspek kehidupan sehari-hari, dari struktur bangunan hingga pola
hidup, diatur dengan baik untuk menciptakan lingkungan yang teratur dan bersih. Secara
keseluruhan falsafah Kampung Naga menciptakan pondasi untuk kehidupan yang seimbang,
harmonis, dan berkelanjutan. Nilai-nilai ini tercermin dalam cara mereka berinteraksi dengan
alam, sesama, dan spiritualitas, menciptakan komunitas yang memelihara warisan budaya dan
tradisi lokal mereka.
Falsafah hidup yang dipegang teguh oleh masyarakat Kampung Naga di Jawa Barat
telah menjadi hukum adat yang mengatur kehidupan sehari-hari. Falsafah tersebut
menjunjung tinggi keselarasan dengan alam. Tokoh adat Kampung Naga mengatakan bahwa
manusia harus hidup berdampingan dengan alam. Mereka diajarkan untuk tidak serakah dan
mengambil dari alam secara tidak berlebihan. Keyakinan ini kemudian menjadi falsafah dan
diwariskan secara turun temurun. Aturan adat pun dibentuk untuk memastikan warga desa
mematuhi falsafah tersebut. Misalnya, warga dilarang menebang pohon sembarangan.
Mereka hanya diizinkan menebang pohon tertentu di hutan desa untuk kebutuhan rumah
tangga. Aturan ini melindungi kelestarian lingkungan dan mencegah kerusakan alam.
Siapapun yang melanggar aturan telah dibentuk maka akan dikenakan sanksi, misalnya
dikeluarkan dari kegiatan desa. Dalam kasus yang serius, pelanggar dapat diusir dari
kampung halamannya. Meski demikian, hingga saat ini falsafah hidup tersebut masih
dipegang teguh oleh masyarakat dan belum pernah ada satupun warga yang diusir dari
Kampung Naga.
Falsafah hidup masyarakat Kampung Naga secara tradisional dijalankan turun
temurun dan dipegang teguh oleh generasi penerusnya. Falsafah hidup menjadi konstitusi tak
tertulis yang mengatur seluruh sendi kehidupan masyarakatnya. Komunikasi lingkungan yang
dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga merupakan suatu hal yang sudah melekat secara
turun-temurun dalam kesehariannya, sehingga kebiasaan-kebiasaan terkait pelestarian alam
sudah merasuk jauh ke dalam hati masyarakat Kampung Naga dan dilakukan secara sukarela
tanpa ada rasa terpaksa, bahkan mereka rela melakukannya. Mereka bahkan merasa malu
apabila melanggar aturan leluhur tentang kelestarian alam. Karena masyarakat Kampung
Naga merasa alam juga mempunyai “nyawa” sama seperti manusia.
Meski masyarakat Kampung Naga mengisolasi diri dari modernisasi, namun mereka
selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin menikmati alam di wilayahnya. Kampung Naga juga
tidak membatasi siapapun untuk mencari ilmu sebanyak mungkin. Falsafah hidup yang
dipraktikkan ala masyarakat Kampung Naga, yaitu menyambut dan mendukung siapapun
yang ingin berkunjung dan memberikan beberapa informasi kepada pengunjung yang baru
pertama kali datang maupun pengunjung yang pernah datang mengenai apa saja yang boleh
dan tidak boleh dilakukan. Saat mahasiswa Pendidikan Sosiologi, Universitas Pendidikan
Sosiologi melakukan KKL (20/11), Kampung Naga
memperbolehkan untuk mengambil gambar atau foto, akan tetapi
melarang untuk mengambil video terkhusus juga pada tempat
tempat yang “disucikan” seperti Bumi Agung, merupakan balai
yang dipakai untuk rangkaian upacara adat yang dilakukan 6 kali
dalam setahun. Aturan ini baru diadakan karena pengalaman dari
pengunjung yang pernah datang menyalahgunakan video yang
diambil di Kampung Naga tersebut. Meski demikian, masyarakat
Kampung Naga tetap memberikan sambutan ramah terhadap
pengunjung. Mereka menyajikan makanan khas Kampung Naga. Interaksi yang terjalin
antara warga sekitar dan pengunjung menjadi bukti nyata falsafah hidup yang dipegang teguh
oleh warga sekitar.
Kesimpulannya Falsafah Kampung Naga mencerminkan kehidupan masyarakat yang
sangat terhubung dengan nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal. Falsafah ini menekankan
pentingnya keseimbangan dengan alam, memandang alam sebagai entitas yang harus
dihormati dan dijaga keberlanjutannya. Gotong royong dan solidaritas menjadi pondasi kuat
dalam kehidupan masyarakat, di mana kolaborasi dan kerjasama diutamakan untuk
kesejahteraan bersama. Masyarakat Kampung Naga dikenal sebagai masyarakat yang
mandiri, dengan falsafah yang mendorong keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya dan
pelestarian budaya. Falsafah ini menciptakan lingkungan yang teratur dan bersih,
mencerminkan nilai-nilai ketertiban dan kebersihan. Seluruh falsafah Kampung Naga
menciptakan dasar untuk kehidupan yang seimbang, harmonis, dan berkelanjutan, tercermin
dalam cara mereka berinteraksi dengan alam, sesama, dan spiritualitas. Kesetiaan masyarakat
terhadap falsafah ini terbukti oleh implementasi aturan adat yang melindungi kelestarian
lingkungan dan menjaga keharmonisan komunitas.